Selasa, 04 September 2012

Idul Fitri 1433 H

20.08.12

Pagi itu bisa dibilang adalah Hari Kemerdekaan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Dimana kita saling mensucikan hati, diri, dan pikiran, setelah berjuang selama 30 hari puasa menahan nafsu dan lapar.


"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H, 
Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir batin"

Yang sangat aku sesalkan adalah pagi itu aku gag bisa ikut Shalat Id berjamaah di Alun-alun Selatan. Sungguh sangat menyesal. Why? Yah, itu karena maag ku kambuh lagi, dan udah seharian aku kesakitan karena perut yang begitu rewelnya. Jangankan jalan, bergerak pun sakit. Sedih rasanya....


Setelah semua selesai shalat Id, maka berlanjutlah ke acara halal bi halal, yah bisa dibilang sungkeman. Dalam keadaan yang masih cukup lemas, aku pun tetap harus mengikutinya. Di mulai dari yang tertua sampai  yang termuda. Lantunan maaf dan doa pun terbisik di telinga kita. Kakak-kakak dan adik-adikku terlihat sangatlah senang dan sempat bercanda-canda, why? Karena biasanya setelah acaranya, para pakdhe budhe opa oma bapak ibu oom tante, mengeluarkan beberapa lembar kertas yang tentunya sangat menggoda. Sebenarnya apa hubungannya sungkeman dengan angpao? Yah tapi begitulah tradisi. 
Namun berbeda denganku, entah tak tahu kenapa, tahun ini terasa beda dengan tahun-tahun yang dulu, terasa berat rasanya menjabat tangan mereka, mengucap "mohon maaf lahir batin", sungguh terasa berat dipikiranku. Terngiang-ngiang dibenakku saat aku mengacuhkan kata ibu, tak menghiraukan nasihat bapak, kadang sering berkata "bentar", membangkang, begitu tak menghormati mereka, padahal mereka berjuang hidup untukku, bekerja keras membanting tulang, namun apa? Aku kadang boros, beli barang-barang yang tak berguna, begitu banyak kesalahanku pada orang tuaku, begitu egois, tak menghiraukan mereka.

Begitu sampai dihadapan bapak dan ibuku, seketika waktu berhenti, begitu banyak kesalahan dan dosa yang telah aku perbuat pada mereka selama hidupku. Tubuhku kaku. Bibirku getir mengucapkan, "mohon maaf lahir batin". dan seketika itu juga air mataku tumpah, bukan lagi mengalir, entah tak tahu mengapa, begitu melihat wajah mereka, rasanya aku terlalu banyak salah pada mereka. Aku pun sedikit terisak. Dari hati yang paling dalam, aku memohon maaf pada mereka. Dan ku lihat, mata mereka pun ikut berkaca-kaca. Ingin rasanya memeluk mereka. 
Namun, adik-adikku sudah mulai mendorong-dorong, ya begitulah. Aku terisak dan menghapus air mataku, namun tak mau juga berhenti. Aku pun malu, karena adik dan kakak-kakakku memandangiku. Tak ada satu pun diantara mereka yang menangis. "Kamu kenapa? Jadi terharu." Mereka pun sedikit terharu. Dan mulai menyadari, bahwa semakin kita dewasa, semakin banyak kesalahan yang kita lakukan. Oleh karena itu, meminta maaf seperti ini bukanlah candaan.
Aku pun baru menyadarinya saat itu pula. Selama ini, kita anggap hal seperti ini hanyalah formalitas biasa. Namun ternyata, inilah ajang untuk saling memaafkan, kembali bersih, kembali fitrah, mulai dari nol. Dan baru pertama kali ini, aku benar-benar merasakan yang namanya minta maaf pada orangtua secara tulus. Maafkan aku......

Setelah acara ini, yah sedikit terhiburlah dengan sejumlah angpao yang lumayan buat tabungan. Alhamdulillah.... hehe
Namun adikku sempet mengejekku. Ya emang bisa dibilang aku tuh agak cengeng, gag bisa nahan air mata, tapi gimna lagi? Huh, masih sempet-sempetnya ejek-ejekan setelah maaf-maafan tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar